C. Hubungan Kehidupan Pengarang Dengan Gagasan Dalam Puisi
Puisi merupakan buah cipta dari para pengarangnya. Oleh karena itu akan terdapat hubungan yang sangat erat antara kehidupan seorang penyair dengan gagasan yang terkandung dalam puisi yang diciptakannya. Hal ini dimungkinkan karena apa yang dituangkan seorang penyair dalam sebuah puisi tentu saja telah melewati proses pemikiran, perasaan dan menyentuh nilai-nilai yang diyakininya sebagai seorang pribadi, sekalipun memang tidak semua puisi identik dengan kehidupan dan karakter penyairnya, karena puisi mampu mencangkup dan menggambarkan sesuatu yang sangat luas.
Mempelajari biografi seorang pengarang puisi berarti mengambil langkah untuk lebih memahami dan mengembangkan kemampuan mengapresiasi puisi-puisi pengarang tersebut.
Sebagai contoh, kita akan mengangkat seorang penyair bernama Chairil Anwar, untuk melihat hubungan kehidupannya dengan puisi-puisi yang diciptakannya.
Chairil tumbuh sebagai seorang sastrawan dimasa peralihan dari situasi sebagai bangsa terjajah menuju gairah kemerdekaan dari sebuah bangsa yag muda. Selain Chairil terasuh dalam sebuah komunitas Alisyahbana muda yang tangkas, tajam dan keras kepala, terutama dalam menyuarakan gairah muda dan menolak tradisi lama, maka jadilah Chairil sebagai seorang penyair yang meledak-ledak dengan gairah muda yang menceritakan sebuah bangsa yang muda dan meledak-ledak pula.
Dari biografinya, dapat diketahui pula bahwa Chairil tidak mau didikte oleh siapapun. Dengan gaya hidup yang perlenta dan urakan, serta affair-affairnya dengan berbagai wanita, pemikirannya yang tajam serta semangat belajarnya yang tinggi membuat semangat hidupnya yang meggebu-gebu Chairil pun dikenal sebagai seorang yang pesimistis.
Sekarang kita akan melihat hubungan biografi Chairil dengan puisinya yang berjudul “Aku”.
Kalau sampai waktuku
Kumau tak seorangpun kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku akan tetap meradang, menerjang
Luka dan bias kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
1943
Pada puisi tersebut Nampak sekali vitalitas seorang Chairil dalam menanggapi hidup. Individualisme sangat menonjol pada puisi aku. Pengakuan Chairil bahwa dirinya adalah binatang jalang dari kumpulannya terbuang adalah fakta teks yang sangat luar biasa untuk menampakkan individualisme. Dengan mengatakan bahwa dirinya binatang jalang, berarti Chairil ingin menyatakan kebebasannya, melepaskan segala warna yang berlaku pada manusia. Sebuah kesadaran yang menyala-nyala terhadap eksistensi dirinya. Sedagkan dalam kalimat biar peluru menembus kulitku/aku akan tetap meradang menerjang, menunjukkan sikap yang sangat tak acuh terhadap segala hal. Selain itu pada akhir puisi terdapat kata-kata aku mau hidup seribu tahun lagi, kata-kata ini sangat menampakkan betapa Chairil sangat cinta pada kehidupan, sehingga ia menginginkan eksistensinya melebihi takdir karena meyebutkan angka yang sangat mustahil untuk ukuran manusia.
Sedangkan sifat Chairil yang sangat pesimistis dapat dilihat pada baris-baris puisinya yang lain yaitu; karunia bahagia, kecil setumpuk, sia-sia dipupuk. Demikian juga pada puisi berjudul derai-derai cemara, terdapat kata-kata:
Hidup hanya menunggu kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahun, ada yang tetap tidak diucapkan
Sebelum akhirnya kita menyerah
Dari analisis diatas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur indvidualisme, sikap tak acuhnya, semangat dan kecintaannya akan hidup serta sikap fesimistis ikut mewarnai puisi-puisi ciptaannya.
D. Hubungan Penciptaan Puisi Dengan Pandangan Tentang Kesastraan Pada Suatu Zaman
Pandangan kesastraan pada suatu zaman, sangat mempengaruhi ide, gagasan dalam penciptaan suatu puisi. Hal ini dapat dilihat dari adanya penamaan angkatan-angkatan seperti pujangga baru, angkatan 66 angkatan 70 an, dimana setiap angkatan memiliki puisi dengan ciri-ciri dan karakter tertentu, sebagai reaksi dari pandangan kesastraan saat puisi-puisi tersebut dibuat.
Sebagai contoh angkatan pujangga baru, memiliki dua kelompok yang memandang kesastraan dari sudut yang berbeda, yaitu :
- Kelompok “seni untuk seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
- Kelompok “seni untuk pembangunan masyarakat” yang dimotori Sultan Takdir Alisyahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi
Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari kegunung memuncak sunyi
Berayun-ayun diatas talas
Adapun sastrawan angkatan memiliki konsep seni yang diberi judul “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan agkatan ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Hal inilah yang menyebabkan puisi-puisi angkatan 45 lebih bersifat ekspresionik, heroik, dan tidak lagi menggunakan bentuk sonata, maupun pola persajakan yang mendekati pantun. Contoh puisi Sitor Situmorang, berikut ini;
Lebaran
Bulan diatas kuburan
Contoh lain pada puisi Asrul Sani yang berjudul “Anak Laut” yang berisi,
Anak Laut
Sekali ia pergi tiada bertopi
Kepantai landasan matahari
Dan bermimpi tengah hari
Akan negeri di jauhan
Pasir dan air sekan
Bercampur awan tiada menutup
Mata dan hatinya rindu
Melihat laut terbentang biru
Sekali aku pergi
Dengan perahu
Kenegeri kejauhan
Dan menyanyi
Kekasih hati
Lagi merindukan
Daku”
Tenggelam matahari
Ufuk sona tiada nyata
Bayang-bayang bergerak perlahan
Aku kembali kepadanya”
Sekali ia pergi tiada bertopi kepantai landasan matahari
Dan bermimpi tengah hari
Akan negeri dijauhan
1948
Dari contoh diatas dapat kita lihat bahwa, angkatan 45 lebih senang menggunakan bentuk bebas, sesuai ekspresi yang diinginkan tanpa terikat pola persajakan seperti angkatan pujangga baru.
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita simpulkan bahwa pandangan kesastraan suatu zaman akan memberkan kontribusi penting terhadap penciptaan suatu puisi.